A. Latar Belakang
Dewasa ini banyak anak-anak
yang mengikuti pendidikan di Taman Kanak-Kanak. Pada hari-hari pertama masuk
sekolah anak-anak selalu menanyakan pada diri sendiri apa yang dapat diperbuat
di sekolah, pelajaran apa yang diinginkan dan sebagainya. Demikian juga bagi
guru, apa yang dapat diajarkan kepada anak-anak di bawah usia 6 tahun tersebut.
Namun setelah usianya lebih dari 6 tahun anak-anak dapat mengernbangkan diri
sebab kemampuannya meningkat, mereka dapat berpikir secara konseptual,
memecahkan masalah, mengingat, dan mempergunakan bahasa dengan baik.
Intelegensi mengandung
unsur-unsur yang sama dengan yang dimaksudkan dalam istilah intelektual, yang
menggambarkan kemampuan seseorang dalam berpikir dan bertindak. Berhubungan
dengan masalah kemampuan itu, para ahli psikologi telah mengembangkan berbagai
alat ukur (tes intelegensi) untuk menyatakan tingkat kemampuan berpikir dan
intelegensi seseorang. Salah satu tes intelegensi yang terekenal adalah tes
yang dikembangkan oleh Alfred Binet (1857-1911). Binet adalah ahli ilmu jiwa
(psycholog) Perancis, yang merintis mengembangkan tes intelegensi yang sedikit
umum. Tes Binet ini disempurnakan oleh Theodore Simon, sehingga tes tersebut
terkenal dengan sebutan Tes Binet Simon. Pada usia remaja, IQ dihitung dengan cara
memberikan seperangkat pertanyaan yang terdiri dari berbagai soal (hitungan,
kata-kata, gambar-gambar, dan semacamnya) dan menghitung banyaknya pertanyaan
yang dapat dijawab dengan benar kemudian membandingkan dengan daftar (yang
dibuat berdasarkan penelitian terpercaya). Untuk anak-anak, cara menghitung IQ
adalah dengan menyuruh anak untuk melekukan pekerjaan tertentu dan menjawab
pertanyaan tertentu (misalnya menghitung sampai 10 atau 100, menyebut nama-nama
hari atau bulan, membuka piintu dan menutupnya kembali, dan lain-lain).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar
belakang, maka permasalahan pokok yang menjadi fokus dalam makalah ini antara
lain:
1.
Bagaimana hubungan antara intelektual dengan tingkah laku?
2.
Seperti apakah karakteristik perkembangan intelektual remaja?
3.
Aspek-aspek apa sajakah yang terdapat dalam perkembangan intelektual?
4.
Bagaimana tahap-tahap perkembangan intelektual?
5. Faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi perkembangan intelektual?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan
makalah ini adalah:
1.
Mengetahui hubungan antara intelektuak dengan tingkah laku.
2.
Mengetahui karakteristik perkembangan intelektual remaja.
3.
Mengetahui asoek-aspek apa saja yang terdapat dalam perkembangan intelektual.
4.
Mengetahui tahap-tahap perkembangan intelektual.
5. Mengetahui faktor-faktor apa
saja yang mempengaruhi perkembangan intelektual.
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisa
makalah ini adalah sebagai bahan informasi bagi mahasiswa dan penulis tentang
perkembangan intelektual manusia.
II. PEMBAHASAN
A. Hubungan antara Intelektual
dan Tingkah Laku
Kemampuan berpikir abstrak
menunjukkan perhatian seseorang pada kejadian dan peristiwa yang tidak konkrit,
seperti pilihan pekerjaan, corak hidup bermasyarakat, pilihan pasangan hidup
yang sebenarnya masih jauh di depannya, dan lain-lain. Bagi remaja, corak
perilaku pribadinya di hari depan dan corak tingkah lakunya sekarang akan
berbeda. Kemampuan abstraksi akan berperan dalam perkembangan kepribadiannya.
Mereka dapat memikirkan prihal itu sendiri. Pemikiran itu terwujud dalam
refleksi diri, yang sering mengalah ke penilaian tentang dirinya tidak selalu
diketahui orang lain, bahkan sering terlihat usaha seseorang untuk
menyembunyikan atau merahasiakannya.
Pikiran
remaja sering dipengaruhi oleh ide-ide dan teori-teori yang menyebabkan
sikapkritis terhadap situasi dan orang tua. Setiap pendapat orang tua
dibandingkan dengan teori yang diikuti atau diharapkan. Sikap kritis ini juga
ditunjukkan dalam hal-hal yang sudah umum baginya pada masa sebelumnya,
sehingga tata cara, adat istiadat yang berlaku di lingkungan keluarga sering
terjadi adanya pertentangan dengan sikap kritis yang tampak pada perilakunya.
Egosentrisme menyebabkan kekakuan para remaja dalam berpikir dan bertingkah
laku. Persoalan yang timbul pada masa remaja adalah banyak berhubungan dengan
pertumbuhan fisik yang dirasakan mencekam dirinya, karena menyangka orang lain
berpikiran sama dan ikut tidak puas dengan penampilannya. Hal ini menimbulkan
perasaan seolah-olah selalu diamati orang lain, perasaan malu dan membatasi
gerak-geriknya. Akibat dari hal ini akan terlihat pada tingkah laku yang kaku.
Melalui banyak pengalaman dan
penghayatan kenyataan serta dalam menghadapi pendapat orang lain, maka
egosentrisme makin berkurang. Pada akhir masa remaja, pengaruh egosentrisme
sudah sedemikian kecilnya, sehingga remaja sudah dapat berpikir abstrak dengan
mengikutsertakan pendapat dan pandangan orang lain.
B. Karakteristik Perkembangan
Intelektual Remaja
Intelegensi pada masa remaja
tidak mudah diukur, karena tidak mudah terlihat perubahan kecepatan perkembangan
kemampuan tersebut. Pada umumnya umur tiga sampai empat tahun pertama
menunjukkan perkembangan kemampuan yang hebat, selanjutnya akan terjadi
perkembangan yang teratur. Pada masa remaja kemampuan untuk mengatasi masalah
yang majemuk bertambah. Pada awal masa remaja, kira-kira pada umur 12 tahun,
anak berada pada masa yang disebut masa operasi formal (berpikir abstrak). Pada
masa ini remaja telah berpikir dengan mempertimbangkan hal yang “mungkin“ di
samping hal yang “nyata” (Gleitman, 1986). Berpikir operasional-formal memiliki
dua sifat yang penting, yaitu:
1. Sifat deduktif – hipotesis
Dalam menyelesaikan suatu
masalah, seorang remaja akan mengawalinya dengan berpikir teoritik. Ia
menganalisis masalah dan mengajukan cara penyelesaian hipotesis. Pada dasarnya
pengajuan hipotesis itu menggunakan cara berpikir induktif di samping deduktif.
Oleh sebab itu, sifat berpikir ini sebenarnya mencakup deduktif – induktif –
hipotesis.
2. Berpikir operasional juga
berpikir kombinatoris
Sifat ini merupakan kelengkapan
sifat yang pertama dan berhubungan dengan cara bagaimana melakukan analisis.
Anak berpikir operasional formal terlebih dahulu secara teoritik membuat matrik
mengenai macam-macam kombinasi yang mungkin, kemudian secara sistematik mencoba
mengisi sel matriks tersebut secara empirik.
C. Aspek-aspek Perkembangan
Intelektual
Ada beberapa aspek dalam
perekemabangan intelektual pada usia kanak-kanak, yaitu:
1. Perkembangan kognitif tahap
operasi konkret Piaget
Menurut Piaget, anak usia
antara 5.- 7 tahun telah memasuki tahap operasi konkret (concrete operations),
yaitu pada waktu anak dapat berpikir secara logis mengenai segala sesuatu. Pada
umumnya mereka pada tahap ini berusia sampai kira-kira 11 tahun.
2. Berpikir opernsional
Menurut Piaget pada tahap
ketiga, anak-anak mampn berpikir operasional. Mereka dapat menggunakan berbagai
simbol, melakukan berbagai bentuk operasional, yaitu kemampuan aktivitas mental
sebagai kebalikan dari aktivitas jasmani yang merupakan dasar untuk mulai
berpikir dalam aktivitasnya. Walaupun anak-anak yang praoperasional dapat
membuat pernyataan mental tentang obyek dan kejadian-kejadian sekelipun tidak
dapat dalam seketika, cara belajar mereka masih terikat pada pengalaman fisik.
Anak-anak yang ada pada tahap
operasional konkret lebih baik daripada anak-anak yang praoperasioial dalam
mengadakan klasifikasi, bekerja dengan angka-angka. mengetahui konsep-konsep
waktu dan ruang, dan dapat membedakan antara kenyataan dengan hal-hal yang
bersifat fantasi. Mereka sadar bahwa pada umumnya berbagai operasi fisik dapat
diganti. Peningkatan kemapanan mereka untuk mengeni terhadap orang lain dapat
mendorong untuk berkomunikasi lebih efektif dan dapat berpikir lebih fleksibel.
Akan tetapi anak-anak usia
sekolah lebih dapat berpikir secara logik daripada waktu mereka masih muda,
cara berpikir mereka’masih terikat pada kenyataan atau
kejadian
pada waktu sekarang, artinya terikat pada hal-hal yang sedang dihadapi saja.
Menurut Piaget kordisi semacam ini berlaku jampai pada tahap berbagai operasi
formal, di mana biasanya sampai pada tahap remaja, anak-anak mampu berpikir
secara abstrak, tes hipotesis, dan mengerti tentang kemungkinan (probabilitas).
3. Konservasi
Konservasi adalah salah satu
kemampuan yang penting yang dapat mengembangkan berbagai operasi pada tahap
konkret. Dengan kata lain konservasi adalah kemampuan untuk mengenal atau
mengetahui bahwa dua bilangan yang sama akan tetap sama dalam substansi berat
atau volume selama tidak ditambah atau dikurangi.
Dalam suatu tugas konservasi
tertentu, Stay menunjukkan dua bola dari tanah liat. Dia setuju bahwa bola
tersebut mem.ang sama. Dia mengatakan bahwa substansi konservasi tersebut
sekalipun bola yang satu digelindingkan, keadaannya tetap tidak berubah, artinya
jumlah bola tersebut tetap sama. Dalam konservasi berat, dia juga mengetahui
bahwa berat bola tersebut tetap sama sekalipun dipanaskan, demikian pula
apabila bola tersebut dimasukkan ke dalam air, beratnya akan tetap sama.
Anak-anak mengembangkan perbedaan berbagai tipe (bentuk) konservasi dalam waktu
yang berbeda. Pada usia 6 atau 7 tahun mereka dapat mengkonservasi substansi
pada usia 9 atau 10 rr.ampu mengkonservasi berat; dan pada usia 11 atau 12
mengkonservasi volume.
Pada dasarnya ketiga jenis konservasi
tersebut adalah identik, akan tetapi anak-anak belum mampu mentransfer apa yang
mereka telah pelajari yaitu mengkonservasi satu tipe (bentuk) kepada bentuk
lain yang berbeda. Dalam luibungan ini kita dapat meliha; bahwa berbagai alasan
anak-anak tersebut tetap sarna dalam tahap konkret. Sebab kondisi tersebut
masih tetap terikat pada situasi tertentu sehingga anak tidak dapat
mengaplikasikan operasi dasar mental yang sama pada situasi yang berlainan.
4. Bagaimana konservasi
dikembangkan
Pada umumnya anak-anak bergerak
dengan melalui tiga tahapan dalam menguasai konservasi sebagaimana dikenukakan
di atas. Pada tahap pertama, anak-anak preoperasional gagal mengkonservasi.
Mereka memusatkan perhatian pada suatu aspek dalam situasi tertentu. Mereka belum
mengerti bahwa tempat penyimpanan bola dapat diisi dengan bola lebih dari satu.
Sebab anak-anak praoperasional tidak mengerti tentang
konsep
perubahan, mereka tidak mengetahui dan tidak mengerti bahwa mereka dapat
merubah sesuatu, misalnya dengan menggerakkan suatu benda (bola) tanpa inerubah
bentuknya.
Tahap kedua, merupakan
transisional. Anak-anak kembali pada kondisi bahwa kadang-kadang mengadakan
konservasi namun kadang-kadang tidak melakukannya. Mereka lebih banyak
memperhatikan berbagai hal dan tidak terpaku pada satu aspek saja dalam situasi
tertentu, seperti berat, lebar. panjang, dan tebal akan tetapi mereka gagal
mengetahui sebagaimana berbagai dimensi tersebut berhubungan satu sarna lain.
Pada tahap ketiga, anak-anak dapat mengkonservasi dan dapat memberikan alasan
secara logis atas jawaban yang mereka berikan. Alasan-alasan tersebut mengacu
pada perubahan, identitas, atau kompensasi. Jadi anak-annk pada operasional
konkret menunjukkan suatu kualitas konitif lebih lanjut daripada anak-anak praoperasional.
Mereka dapat berpikir lebih luas dan peduli pada berbagai transformasi yang
hanya merupakan persepsi.
Piaget menekankan bahwa
perkembangan kemampuan anak-anak untuk mengkonservasi akan lebih baik apabila
secara nalar telah cukup matang. Piaget berpendapat bahwa konservasi hanya
sedikit sekali dapat dipengaruhi oleh pengalaman. Sekalipun demikian terdapat
faktor-faktor lain dari kematangan yang dapat mempengaruhi konservasi.
Anak-anak yang belajar konservasi sejak dini akan mampu mencapai tingkat yang
lebih dalam hal: IQ, kemampuan verbal dan tidak didominasi oleh ibunya.
D. Tahap-tahap Perkembangan
Intelektual (Kognitif)
Auguste Comte (1798-1857) dalam
bukunya "Cours De Philosophie Positive" menyebutkan bahwa ada tiga
tahapan dalam perkembangan intelektual yang masing-masing merupakan tahapan
dari perkembangan sebelumnya, antara lain: 1. Tahap teologis adalah tingkat
pemikiran manusia bahwa semua benda di dunia mempunyai jiwa dan itu disebabkan
oleh suatu kekuatan yang berada di atas manusia. 2. Tahap metafisis pada tahap
ini manusia menganggap bahwa didalam setiap gejala terdapat kekuatan-kekuatan
atau inti tertentu yang pada akhirnya akan dapat
diungkapkan.
Oleh karena adanya kepercayaan bahwa setiap cita-cita terkait pada suatu
realitas tertentu dan tidak ada usaha untuk menemukan hukum-hukum alam yang
seragam. 3. Tahap positif adalah tahap dimana manusia mulai berpikir secara
ilmiah. Teori perkembangan Piaget mewakili konstruktivisme, yang memandang
perkembangan kognitif sebagai suatu proses di mana anak secara aktif membangun
sistem makna dan pemahaman realitas melalui pengalaman-pengalaman dan
iteraksi-interaksi mereka.
Menurut teori Piaget, setiap
individu pada saat tumbuh mulai dari bayi yang baru di lahirkan sampai mengijak
usia dewasa mengalami empat tingkat perkembangan kognitif. Empat tingkat
perkembangan kognitif itu adalah: 1. Tahap sensorimotor: dari lahir hingga 2
tahun (anak mengalami dunianya melalui gerak dan inderanya serta mempelajari
permanensi obyek) 2. Tahap pra-operasional: dari 2 hingga 7 tahun (mulai
memiliki kecakapan motorik) 3. Tahap operasional konkret: dari 7 hingga 11
tahun (anak mulai berpikir secara logis tentang kejadian-kejadian konkret)
4. Tahap operasional formal:
setelah usia 11 tahun (perkembangan penalaran abstrak). E. Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Perkembangan Intelektual
Dalam hubungannya dengan
perkembangan intelegensi atau kemampuan berpikir remaja, ada yang berpandangan
bahwa adalah suatu kekeliruan jika IQ dianggap bisa ditingkatkan, yang walaupun
perkembangan IQ dipengaruhi antara lain oleh faktor-faktor lingkungan. Menurut
Mappiare (1982), hal-hal yang mempengaruhi perkembangan intelek, antara lain
bertambahnya informasi yang disimpan dalam otak seseorang sehingga mampu
berpikir reflekstif, banyaknya pengalaman dan latihan-latihan memecahkan
masalah, dan adanya perbedaan berpikir yang menimbulkan keberanian seseorang
dalam menyusun hipotesis-hipotesis yang radikal, serta menunjang keberanian
anak memecahkan masalah dan menarik kesimpulan yang baru dan benar.
Mengenai konstan tidaknya
intelegensi dalam waktu akhir-akhir ini masih merupakan diskusi yang terbuka.
Dari hasil penelitian dapat dikemukakan bahwa intelegensi itu sama sekali tidak
sekonstan yang diduga sebelumnya. Penelitian
longitudinal
selama 40 tahun dalam Institut Fels menurut McCall, dkk (1973) menunjukkan
adanya pertambahan rata-rata IQ sebanyak 28 butir amtara usia 5 dan 17 tahun
yang berarti kira-kira sama dengan usia pendidikan di sekolah atau dipekerjaan.
Selanjutnya ditemukan bahwa
perubahan-perubahan intra-individual dalam nilai IQ lebih merupakan hal yang
umum (biasa) daripada pengecualian.
1. Peranan pengalaman dari
sekolah terhadap intelegensi
Penelitian yang dilakukan oleh
Wellman (1945) berdasarkan 50 kasus studi, rata-rata tingkat IQ asal mereka
adalah di atas 110. Mereka yang mengalami prasekolah sebelum sekolah dasar,
menunjukkan perbedaan kemajuan atau grained dalam rata-rata IQ-nya lebih besar
daripada mereka yang tidak mengalami prasekolah.
2. Pengaruh lingkungan terhadap
perkembangan intelegensi
Pengaruh belajar dalam arti
lingkungan terhadap perkembangan intelegensi cukup besar seperti telah
dibuktikan berbagai korelsi IQ yang juga menggambarkan bagaimana peranan
belajar terhadap perkembangan intelegensi.
III. PENUTUP
Kesimpulan
Pikiran remaja sering
dipengaruhi oleh ide-ide dan teori-teori yang menyebabkan sikapkritis terhadap
situasi dan orang tua. Setiap pendapat orang tua dibandingkan dengan teori yang
diikuti atau diharapkan. Melalui banyak pengalaman dan penghayatan kenyataan
serta dalam menghadapi pendapat orang lain, maka egosentrisme makin berkurang.
Pada akhir masa remaja, pengaruh egosentrisme sudah sedemikian kecilnya,
sehingga remaja sudah dapat berpikir abstrak dengan mengikutsertakan pendapat dan
pandangan orang lain.
Dalam hubungannya dengan
perkembangan intelegensi atau kemampuan berpikir remaja, ada yang berpandangan
bahwa adalah suatu kekeliruan jika IQ dianggap bisa ditingkatkan, yang walaupun
perkembangan IQ dipengaruhi antara lain oleh faktor-faktor lingkungan. Mereka
yang mengalami prasekolah sebelum sekolah dasar, menunjukkan
perbedaan
kemajuan atau grained dalam rata-rata IQ-nya lebih besar daripada mereka yang
tidak mengalami prasekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Anonym. 2008. Sosiologis.
Online (http://www.wikipedia.org, diakses 5 April 2009 pukul 19.30 WTA).
Anonym. 2008. Teori Piaget.
Online (http://teoripiaget.blogspot.com, diakses 20 Maret 2009 pukul 16.06
WITA).
Daruma,
Razak. 2007. Perkembangan Peserta Didik. Makassar: FIP UNM. Wandi. 2007.
Perkembangan Intelektual dan Emosional Anak. Online (http://www.google.com,
diakses 5 April 2009 pukul 19.37 WITA).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar